Sutradara: Ron Howard | Tahun: 2008
Siapa bilang wawancara politik akan membosankan bila dijadikan film? Sebagai satu-satunya presiden AS (Amerika Serikat) yang mengundurkan diri –akibat kasus Watergate– sosok Richard Nixon (Frank Langella) menarik untuk diketahui. Termasuk wawancara eksklusifnya di tahun 1977 “berhadapan” dengan David Frost (Michael Sheen), pemandu acara talkshow asal Inggris yang rela mempertaruhkan kariernya demi mendapat pengakuan bersalah kepada rakyat Amerika dari mantan presiden itu.
Nixon setuju untuk melakukan wawancara dengan kontrak senilai $600,000. Guna mewujudkan program spesial TV itu, Frost dan produsernya John Birt menghadapi banyak tantangan. Selain harus menyiapkan materi skandal Watergate yang dibantu oleh dua investigator yaitu Bob Zelnick (Oliver Platt) dan James Reston Jr. (Sam Rockwell), dia pun mesti berjuang mencari sponsor agar program tersebut bisa ditayangkan secara nasional.
Ketika wawancara mulai berlangsung, ketegangan dan teror semakin meningkat. Tentu orang-orang terdekat Nixon tidak rela bila sang mantan presiden dipermalukan di depan jutaan pemirsa TV. Dipimpin Jack Brennan (Kevin Bacon) sebagai orang kepercayaannya, tim Nixon kerap mengintervensi proses rekaman wawancara. Bahkan empat hari sebelum tahap final, Nixon menelepon Frost di kamar hotelnya. Nixon mengatakan bahwa dirinya akan melakukan apapun untuk memenangkan “pertarungan wawancara” itu dan karier Frost akan tamat.
Dengan bekal investigatif yang kuat, Frost berhasil memojokkan posisi Nixon yang akhirnya mengakui keterlibatan beserta penyalahgunaan kekuasaannya sebagai presiden dalam skandal Watergate. Dituliskan di akhir film ini bahwa sosok Richard Nixon tetap kontroversial hingga kematiannya di tahun 1994, meninggalkan warisan berupa istilah yang terkenal sampai sekarang, bahwa akhiran –GATE hampir selalu disematkan di setiap skandal politik.
ULASAN
APA KATA ROOMEY?
Seperti menyaksikan pertandingan tinju tapi tanpa darah bercucuran. Alur menuju klimaks cerita dibangun secara bertahap. Persiapan wawancara, susahnya mencari sponsor, konflik internal yang memuncak, perang mental beserta ancaman dari pihak lawan dan pengungkapan rasa bersalah seseorang, semua digambarkan secara bagus. Selain itu, kekuatan media televisi yang mampu menghancurkan citra sosok kondang juga dipaparkan dengan baik.
Mungkin di Indonesia, wawancara yang di dekade 70-an sangat fenomenal ini tidak begitu terkenal. Namun demikian, pantas dijadikan acuan bahwa sebetulnya para pejabat yang pernah melakukan “kejahatan” berlandaskan kekuasaan bisa diadili. Jika hukuman penjara sulit dilaksanakan, setidaknya pengakuan bersalah kepada publik melalui televisi mungkin bisa mengobati kekecewaan masyarakat atas rasa keadilan.
Putusan: Layak ditonton bagi yang ingin memahami seluk-beluk wawancara dengan sosok berpengaruh kuat. Cocok pula sebagai bahan studi para mahasiswa, jurnalis, dan politikus.
0 komentar:
Posting Komentar